
Kata Pengantar
Menjadi seorang bawahan memang serba tidak enak, berdiri dengan peluit ditengah jalan yang panas, bising, dan kenyang akan muntahan asap kendaraan. Bukan itu saja, mereka bahkan sering mendapat bentakan atau tamparan dari atasannya karena dianggap melakukan kebodohan. Itu saja tidak cukup, para demonstran sering kali mencaci, menghina, bahkan melempari mereka dengan batu. Tetapi itu adalah “resiko” yang harus diemban seorang “abdi negara dan abdi rakyat”
Kesejahteraan hidup seorang polisi bawahan ternyata sama juga dengan kebanyakan rakyat kita yang hidup di dalam garis kemiskinan. Bisa kita bayangkan dalam asrama yang berukuran 3 X 4 meter hidup seorang polisi bawahan yang bergaji kurang dari 800 ribu per bulan dengan isteri dan ketiga anaknya yang masih kecil, belum lagi biaya hidup dan biaya sekolah anak-anaknya. Hal ini ternyata sangat kontras dengan seorang perwira polisi yang hidup di rumah dinas yang besar (belum rumah pribadinya), dengan fasilitas yang lengkap ditambah mobil dinas dan ada apa-apa tinggal beri perintah.
Dengan keadaan yang serba kekurangan, tidak jarang seorang anggota polisi melakukan “usaha sampingan” baik menjadi pengaman hotel, bank, dan tempat hiburan. Bahkan ada yang melakukan pemalakan. Itu semua masih belum cukup, dari “usaha sampingan” tersebut masih pula nyetor kepada komandan. Namun apalah daya, bawahan tetap bawahan, selalu di depan dalam kesengsaraan (redaksi).
Daftar Isi
- Tajuk: “Surat Pendek Untuk Polisi Bawahan”
- Laporan Utama: ”Kesejahteraan Hidup Polisi Demi Pengembangan Kinerja”
- Laporan Utama: ”Polisi Dan Tuntutan Kesejahteraan Hidup”
- Laporan Utama: ”Suka Duka Menjadi Isteri Polisi”
- Liputan Khusus: ”Menghadang Pelor Demi Sebuah Negara”
- Liputan Khusus: ”Seputar Permasalahan Rumahtangga Keluarga Brimob”
- Wawancara: “Berhitung Kelayakan Hidup”
- Apa & Siapa: “Tidak Mesti Dengan Tindakan Hukum”
- Kolom-Kolom: “Belajar Dari Sebuah Tragedi ‘Polisi Dimanakah Dirimu’”
- Kisah-Kisah: “Ketika Pak Man Kehilangan Motor...”
- Resensi Buku: “Polisi, Pelaku Dan Pemikir” (Penulis: Prof. DR. Satjipto Raharjo, SH., MA. Dan Anton Tabah)
- Resensi Buku: “Membangun Polisi Profesional” (Penulis: Drs. M. Wresniwiro)
- Resensi Film: “The Last Samurai”
- Laporan Daerah: ”Pengandalian Keamanan Ala Kampung Menjelang Pemilu Dan Penertiban Kost-Kostan Ala COP”
- Laporan Daerah: ”Perjalanan Dan Perkembangan Program COP. Pokja Depok Barat”
go to english page
daftar penelitian PUSHAM UII
daftar buku koleksi PUSHAM UII
Kaos terbitan PUSHAM UII
Bulletin terbitan PUSHAM UII
Buku terbitan PUSHAM UII
newsletter dan komik terbitan PUSHAM UII
renungan dan analisis singkat
Oleh: Dr. Despan Heryansyah, SHI., SH., MH.
(Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII Yogyakarta)
Terminologi yang penulis gunakan dalam artikel ini adalah “pemilukada”, bukan “pilkada”, bukan pula “pemilihan” seperti yang selama ini digunakan. Terkait dengan pemilihan kepala daerah, terdapat perdebatan panjang yang melelahkan bahkan sampai hari ini belum selesai, yaitu apakah rezim pemilihan kepala daerah termasuk rezim pemilu, ataukah rezim pemilihan kepala daerah.
