
Kata Pengantar
Penderitaan yang menghinggapi rakyat Indonesia selalu datang tanpa mengenal waktu. Pergantian rezim yang datang dalam rentang waktu yang panjang tak membawa perubahan terhadap nasib rakyat. Siapapun yang membantu rakyat di negeri ini pasti mengeluhkan penderitaan ini.
Memang harus diakui, bahwa pemerintah di Indonesia selalu mengalami kegagalan dalam mengurusi rakyatnya. Padatnya penduduk, luasnya wilayah dan besarnya masalah membuat masyarakat di negeri ini-pun begitu kreatif dalam memecahkan masalah. Mereka tak ingin selalu menggantungkan diri untuk menyelesaikan masalahnya.
Di masa pemerintahan otoriter orde baru, masyarakat yang telah putus asa terhadap pemerintah membentengi dirinya dengan membentuk civil society. LSM terbentuk sedikit demi sedikit untuk menyelesaikan masalah di tengah masyarakat.
Hasilnya cukup efektif, di tengah ancaman tangan-tangan kekuasaan pemerintah mereka mampu memberikan kontribusinya. Penyelesaian konflik, problem hukum hingga pendidikan demi sedikit dipecahkan dengan kreativitas ala civil society. Walaupun ancamannya tak ringan, karena pemerintah represif tak ragu untuk membunuh rakyatnya sendiri dalam mencapai kepentingannya.
Kegigihan untuk mengabdi kepada rakyat dibuktikan dengan keberhasilan berbagai program LSM di lama daerah. Kelamaan LSM-pun mendapatkan tempat di hati rakyat.
Menyadari bertambahnya dukungan dari rakyat membuat LSM memiliki tujuan yang lebih maju. Mereka mengambil peranan yang cukup penting ketika reformasi dikobarkan. Peranan ini sanggup mereka gunakan dengan baik untuk menggulingkan pemerintah otoriter orde baru.
Kini tantangan berubah, neoliberalisme menjadi ancaman bagi rakyat negeri ini. Melalui sikap negara yang kooperatif terhadap imperialisme modal kekejaman neoliberalisme mengancam dengan pasti. LSM hingga sekarang belum menunjukkan giginya. Malah ada beberapa yang begitu mesra bergelantungan dengan ide neoliberalisme. Akankah LSM kemudian menunjukkan sikapnya untuk berpihak pada rakyat masih menjadi tanya.
Inilah yang menjadi alasan kami untuk mengangkat problem seputar LSM dalam edisi kali ini. Memang tidak begitu mendalam, namun paling tidak untuk mewacanakan kepada khalayak pembaca. Silahkan menikmati. (redaksi)
Daftar Isi
- Belakang Meja
- Menu Bulan Ini
- Semprit (Surat Pembaca)
- Marka 1 (Laporan Utama) : NGO Dan Dilema Neo Liberilme
- Marka 2 (Laporan Utama) : Mereposisi Peran LSM
- Rambu (Laporan Khusus) : Persoalan Keamanan
- Lapor 1 (Kegiatan COP) : Patroli Lagi Yu..
- Lapor 2 (Kegiatan COP) : Seminar Nasional
- Opini 1 : Kembali Bertanan Seputar Kematian Munir
- Opini 2 : Kritik Terhadap Penegakan HAM Di Indonesia
- Sorot (Foto Essay) : Geliat Pasar Sekaten 2007
- Kabar Dari Klaten : Melawan Miras Di Lumbung Beras
- Prifil : Harris Syarif Usman
- Catatan Kaki : Nasionalisasi: Bukan Sebuah Kemustahilan
go to english page
daftar penelitian PUSHAM UII
daftar buku koleksi PUSHAM UII
Kaos terbitan PUSHAM UII
Bulletin terbitan PUSHAM UII
Buku terbitan PUSHAM UII
newsletter dan komik terbitan PUSHAM UII
renungan dan analisis singkat
Oleh: Dr. Despan Heryansyah, SHI., SH., MH.
(Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII Yogyakarta)
Terminologi yang penulis gunakan dalam artikel ini adalah “pemilukada”, bukan “pilkada”, bukan pula “pemilihan” seperti yang selama ini digunakan. Terkait dengan pemilihan kepala daerah, terdapat perdebatan panjang yang melelahkan bahkan sampai hari ini belum selesai, yaitu apakah rezim pemilihan kepala daerah termasuk rezim pemilu, ataukah rezim pemilihan kepala daerah.
