Para tokoh nasional dan aktivis perempuan yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Indonesia mendeklarasikan Gerakan Kebangkitan Nasional jilid II di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2017).(KOMPAS.com/Kristian Erdianto)
JAKARTA, KOMPAS.com - Para tokoh nasional dan aktivis perempuan yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Indonesia mendeklarasikan Gerakan Kebangkitan Nasional jilid II.
Ketua Gerakan Kebangkitan Nasional Jilid II, Emmy Hafild mengatakan, deklarasi tersebut digagas sebagai bagian dari upaya untuk merawat kembali keindonesiaan yang majemuk.
Menurut Emmy, situasi masyarakat saat ini, terutama pasca Pilkada DKI 2017, menghadapi polarisasi demi kepentingan politik sesaat. Hal itu diperparah dengan maraknya penyebaran paham radikalisme yang bertentangan dengan Pancasila.
"Deklarasi Kebangkitan Nasional Jilid II ini digagas karena kita perlu memposisikan kembali pilar kebangsaan dalam konteks kekinian," ujar Emmy saat membuka acara deklarasi di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2017).
Deklarasi Kebangkitan Nasional Jilid II, lanjut Emmy, juga bertujuan untuk merawat dan memperkuat kembali sifat-sifat dasar bangsa Indonesia yang toleran, saling menghormati, gotong royong, dan musyawarah mufakat.
Menurut Emmy, gerakan tersebut nantinya akan dilakukan secara damai melalui pendidika masyarakat dan advokasi kebijakan pemerintah maupun legislatif.
Dia memastikan gerakan tersebut akan berlangsung secara kesinambungan dan tidak sekadar deklarasi.
"Kami akan menggalang dukungan dari berbagai pihak yang punya semangat sama untuk merekatkan kembali nilai kebangsaan. Kami akan memperbesar jejaring lintas suku, agama dan ras untuk menghilangkan polarisasi di tengah-tengah kita," tutur Emmy.
Dalam naskah deklarasi yang dibacakan oleh para penggagas, ada enam poin yang menjadi tujuan, yakni memperkuat nasionalisme, menguatkan Bhinneka Tunggal Ika, memperkuat sifat bangsa yang toleran, menegakkan HAM, mencegah manipulasi isu SARA dan menegaskan kembali komitemen partai politik serta organisasi massa untuk tidak menggunakan isu SARA dalam mencapai tujuan politik.
Deklarasi tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh perempuan dari berbagai kalangan, antara lain aktivis pemberdayaan perempuan sekaligus pendiri Komnas Perempuan Saparinah Sadli, Antropolog Kartini Syahrir, pegiat pendidikan Henny Supolo, Virgie Baker dan Isyana Bagoes Oka.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Dian Maharani
Sumber :
go to english page
daftar penelitian PUSHAM UII
daftar buku koleksi PUSHAM UII
Kaos terbitan PUSHAM UII
Bulletin terbitan PUSHAM UII
Buku terbitan PUSHAM UII
newsletter dan komik terbitan PUSHAM UII
renungan dan analisis singkat
Oleh: Dr. Despan Heryansyah, SHI., SH., MH.
(Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII Yogyakarta)
Bulan lalu, Presiden Republik Indonesia Jokowidodo mengeluarkan beberapa paket kebijakan dalam menangani pandemi Covid-19. Salah satu dari dari paket kebijakan itu adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19).
